TRANSLATOR

Alumni Fan Box

Labels

Meningkatkan Kompetensi Diri

Friday, July 31, 2015


Salam sukses selalu all CAHTLS,

Dulur, meningkatkan kompetensi diri adalah kebutuhan mutlak yang tidak bisa kita abaikan begitu saja.
Sebab sebagai pelaut sebetulnya kita tidak jauh berbeda dengan para penuntut karier di darat,baik itu di perusahaan swasta nasional,instansi pemerintah maupun di badan usaha milik pemerintah,kebanyakan dari kita terlena dengan hidup di zona nyaman.
Kita sudah merasa cukup dan tidak mau atau terpaksa tidak mau untuk melepas pekerjaan yang kita miliki, untuk bertaruh meraih harapan yang lebih baik, dengan penghasilan lebih baik,dengan prospek kedepan lebih bagus dan lain sebagainya. 
Padahal tanpa kita sadari perbandingan kenaikan gaji pertahun itupun tidak semua level pegawai menikmati fasilitas yang satu ini,dibandinkan dengan peningkatan kebutuhan hidup yang terus merangkak tidak berbanding lurus.

Siapa sih yang tidak mau berubah menjadi lebih makmur dalam hidup ini? Memang dari apa yang kita alami baik itu pengalaman pribadi atau kawan yang pernah mengalami kegagalan dalam usaha peningkatan karier atau gulung tikar ketika nekat mencoba mengelola usaha sendiri,kita banyak di beri gambaran menyeramkan oleh kenyataan yang ada,sehingga otomatis terekam kuat oleh otak bawah sadar kita bahwa melepas pekerjaan yang sudah lama kita tekuni atau memulai pindah di kwadrat pengusaha adalah sesuatu yang teramat sulit dan berisiko besar untuk gagal.

Sebetulnya kita mestinya lebih banyak besyukur telah diberi amanah dan kompetensi unggul dibanding banyak saudara yang lain,sebagai pelaut dan yang pasti sebagai perwira diatas kapal,tapi di saat kita off job,lebih dari enam bulan atau disaat kita sekolah untuk mengambil level ijasah yang lebih tinggi ,sebagai manusia normal kadang kita terpikir masih juga merasa pas-pasan?

Padahal diluar kaca mata kita, hidup yang relatif makmur dan berkelimpahan seperti sebagian dari pelaut memang baru sebatas angan-angan. Boro-boro bisa naik haji atau sekedar umroh, melihat daftar biaya pendidikan anak yang makin mahal dan sebagainya tak bisa ditutup dengan mudah.
Kenapa bisa seperti itu?ada kategori jawaban yang bisa di rangkumkan sebagai catatan perjalanan karier kita.

Jika kita seorang pelaut yang bekerja di perusahaan swasta nasional(maaf sebagai contoh semata,karena tidak semua dalam keadaan yang termaksud), kadang kondisi finansial termehek-mehek karena karir anda mungkin mentok, hanya jadi mualim 3,mualim 2 atau mualim 1. Karir mentok artinya sama dengan gaji yang tidak ada peningkatan berarti setiap tahunnya,hanya pas untuk hidup. Tak tersisa untuk ditabung, apalagi buat investasi.
Kenapa karir mentok? Pertama, ya karena memang kita merasa berat untuk meningkatkan kompetensi diri.

Tidak usah menyalahkan pihak lain, atasan, manajemen atau kesatuan pelaut apalagi nyalahin genk alumni. Kompetensi yang biasa-biasa saja, plus motivasi yang redup,bisa menjadi alasan kenapa karir seseorang berjalan di tempat seperti tredmil di rumah atau sanggar kebugaran.

Faktor lain mungkin bukan karena karir yang mentok, tapi karena salah untuk tetap kerasan di perusahaan  yang segitu-gitu saja gajinya.
Maaf dari kacamata materialistik kadang kita bisa menebak sedikit nasib seseorang : apakah ia bekerja di Maersk Line, Bourbon Offshore, British Petrolium, Coral-corp, Pertamina atau di PT. Malas Maju atau PT. Sepi Order.

Pertanyaannya : kenapa tidak bisa diterima bekerja di perusaahaan bonafid seperti poro dulur lain yang telah sukses?

Ya jawabannya balik lagi ke : K O M P E T E N S I.

Up grade your seaman competency right now,and lets the world run after You


Kalimat ini saya temukan dalam daftar kata kunci yang sering ditanyakan ke Google. Saya menemukannya dari data statistik blog saya ini.
Terus terang saya agak terkejut dan geli dengan temuan itu. Kalau hidupnya susah, ngapain harus nanya ke Google. Rupa-rupanya kini Google telah menjadi tempat curhat.
Atau mungkin orang itu memang benar-benar ingin mendapat jawaban; dan akhirnya mencurahkan isi hatinya ke Google. Siapa tahu Google – yang serba tahu itu – bisa menyodorkan sekeping jawaban yang cespleng.
Maka untuk membantu orang yang bertanya itu, saya menulis artikel ini. Ya, kenapa hidup kita bisa susah, serba kekurangan, dan pas-pasan?
Bagi sebagian orang, hidup yang relatif makmur dan berkelimpahan memang baru sebatas angan-angan. Boro-boro bisa naik haji dan memberangkatkan orang tua umroh, bayar cicilan KPR rumah saja masih belum sanggup. Belum, biaya pendidikan anak yang makin mahal.
Jadi, kenapa bisa seperti itu? Kenapa nasib hidup yang rada muram itu bisa terjadi? Ada dua kategori jawaban utama yang bisa disodorkan.
Jawaban # 1 : Terrible Salary. Jika Anda seorang karyawan atau pegawai sebuah kantor, maka financial condition Anda termehek-mehek karena karir Anda mentok. Stagnan. Berjalan di tempat. Karir mentok artinya sama dengan gaji yang hanya pas untuk hidup. Tak tersisa untuk ditabung, apalagi buat investasi.
Kenapa karir mentok? Pertama, ya karena memang kompetensi-mu pas-pasan. Ndak usah ngeles.
Ndak usah nyalahin pihak lain, atasan, manajemen atau office boy. Kompetensi yang biasa-biasa saja, plus motivasi yang redup, selalu menjadi dasar kenapa karir seseorang berjalan di tempat seperti tredmil.
Faktor lain yang membuat gaji pas-pasan bukan karena karir yang mentok, tapi karena salah masuk perusahaan. Maksudnya berkarir di perusahaan yang segitu-gitu saja gajinya.
Nasib seseorang kadang bisa ditebak dari soal yang amat sederhana : apakah ia bekerja di Bank Indonesia, Pertamina atau Astra Internationl atau di PT. Maju Mundur atau PT. Redup Rindu Order.
Pertanyaannya : kenapa tidak bisa diterima bekerja di perusaahaan bonafid dengan gaji manajer yang tembus Rp 35 juta per bulan (seperti di Unilever, Bank Danamon, atau Pertamina)?
Ya jawabannya balik lagi ke : kompetensi. Jangan bilang nasib ya le.
Nasibmu redup karena ya memang kompetensi-mu alakadarnya.
Bagaimana mengubah nasib? Ya ubah dulu kompetensimu. Bagaimana
- See more at: http://strategimanajemen.net/2014/07/21/mengapa-hidup-saya-susah-dan-serba-kekurangan/#sthash.q5LlKnYW.dpuf
Kalimat ini saya temukan dalam daftar kata kunci yang sering ditanyakan ke Google. Saya menemukannya dari data statistik blog saya ini.
Terus terang saya agak terkejut dan geli dengan temuan itu. Kalau hidupnya susah, ngapain harus nanya ke Google. Rupa-rupanya kini Google telah menjadi tempat curhat.
Atau mungkin orang itu memang benar-benar ingin mendapat jawaban; dan akhirnya mencurahkan isi hatinya ke Google. Siapa tahu Google – yang serba tahu itu – bisa menyodorkan sekeping jawaban yang cespleng.
Maka untuk membantu orang yang bertanya itu, saya menulis artikel ini. Ya, kenapa hidup kita bisa susah, serba kekurangan, dan pas-pasan?
Bagi sebagian orang, hidup yang relatif makmur dan berkelimpahan memang baru sebatas angan-angan. Boro-boro bisa naik haji dan memberangkatkan orang tua umroh, bayar cicilan KPR rumah saja masih belum sanggup. Belum, biaya pendidikan anak yang makin mahal.
Jadi, kenapa bisa seperti itu? Kenapa nasib hidup yang rada muram itu bisa terjadi? Ada dua kategori jawaban utama yang bisa disodorkan.
Jawaban # 1 : Terrible Salary. Jika Anda seorang karyawan atau pegawai sebuah kantor, maka financial condition Anda termehek-mehek karena karir Anda mentok. Stagnan. Berjalan di tempat. Karir mentok artinya sama dengan gaji yang hanya pas untuk hidup. Tak tersisa untuk ditabung, apalagi buat investasi.
Kenapa karir mentok? Pertama, ya karena memang kompetensi-mu pas-pasan. Ndak usah ngeles.
Ndak usah nyalahin pihak lain, atasan, manajemen atau office boy. Kompetensi yang biasa-biasa saja, plus motivasi yang redup, selalu menjadi dasar kenapa karir seseorang berjalan di tempat seperti tredmil.
Faktor lain yang membuat gaji pas-pasan bukan karena karir yang mentok, tapi karena salah masuk perusahaan. Maksudnya berkarir di perusahaan yang segitu-gitu saja gajinya.
Nasib seseorang kadang bisa ditebak dari soal yang amat sederhana : apakah ia bekerja di Bank Indonesia, Pertamina atau Astra Internationl atau di PT. Maju Mundur atau PT. Redup Rindu Order.
Pertanyaannya : kenapa tidak bisa diterima bekerja di perusaahaan bonafid dengan gaji manajer yang tembus Rp 35 juta per bulan (seperti di Unilever, Bank Danamon, atau Pertamina)?
Ya jawabannya balik lagi ke : kompetensi. Jangan bilang nasib ya le.
Nasibmu redup karena ya memang kompetensi-mu alakadarnya.
Bagaimana mengubah nasib? Ya ubah dulu kompetensimu. Bagaimana
- See more at: http://strategimanajemen.net/2014/07/21/mengapa-hidup-saya-susah-dan-serba-kekurangan/#sthash.q5LlKnYW.dpuf

[ read more... ]
| |

Bless you...CAHTLS,

Syukur kami ucapkan kepada Allah sw atas semua kemudahan dan kelancaran staf alumni sekretariat pusat dalam pengurusan status hukum keberadaan corpa dan yayasan alumni pada September 2014 lalu




[ read more... ]
| |

BLOG MEMBERS

FORUM ALUMNI


ShoutMix chat widget

BLOG GUARDS

Page copy protected against web site content infringement by Copyscape

PENGUNJUNG BLOG

LIVE MAP VISITOR

ALUMNI NEWS